Home Berita Kunjungan Unicef Indonesia untuk Program LOLIPOP

Kunjungan Unicef Indonesia untuk Program LOLIPOP

Pada tanggal 27-28 KPA Kota Bandung menerima kunjungan, Dr asti Widihastuti, konsultan UNICEF untuk program Kebutuhan Populasi Kunci Remaja dan evaluasi program LOLIPOP. KPA bersama UNICEF melakukan asesmen dan kunjungan ke PUSDI TB-HIV Unpad, Srikandi Pasundan, Klinik Mawar, PKBI, Grapiks, Puzzle, dan Dinas Kesehatan. Adapun hasil dari kunjungan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :

  1. Pusat studi penyakit infeksi FK Unpad

Program LOLIPOP telah dilaksanakan semenjak beberapa tahun, dan berakhir di bulan Desember 2015. Sampai saat ini belum ada kejelasan mengenai arah kedepan dari program LOLIPOP. Mawar Pohan, sebagai pengampu kegiatan sebelumnya mengatakan unpad, baseline program LOLIPOP yang dilakukan oleh PUSDI TB HIV hasilnya merasa kurang memuaskan dan kurang menggambarkan issue dan sasaran. Hal ini  dikarenakan survei tersebut dilakukan berdasarkan kedekatan LSM kepada klien yang mengisi kuesioner, tanpa mempertimbangkan metode pemilihan sampel (sampling method).  Sebagian besar responden merupakan klien yang sudah dijangkau lama, sehingga hasilnya selalu menunjukkan korelasi yang positif tanpa memerlukan intervensi lebih lanjut.  Sementara itu pembicaraan berlanjut mengenai rencana tahun 2018, dimana program LOLIPOP akan dinaljutkan dengan endline LOLIPOP yang dilakukan oleh Pusdi TB HIV.  Saat ini program tersebut sedang dalam tahap finalisasi proposal penelitian. Pada pertemuan ini juga disepakati mengenai perlunya diskusi yang memadai untuk memastikan desain studi dan metode yang tepat yang sesuai kebutuhan, kondisi di Bandung serta mempertimbangkan pembelajaran dari pelaksanaan baseline sebelumnya.

  1. Srikandi Pasundan (SP)

LSM SP mempunyai divisi muda yang terdiri dari PL LSL dan waria yang dibawah umur 24 tahun. SP mengeluhkan bahwa populasi kunci remaja yang dibawah usia 18 tahun banyak namuntidak bisa masuk dalam program input data sehingga tidak bisa menjadi capaian untuk penjangkauan atau rujukan VCT. Usia di bawah 18 tahun merupakan kategori usia anak, sehingga masuk ke dalam undang undang Perlindungan anak. Namun demikian, populasi kunci di bawah 18 tahun tetap mendapat pendampingan dari SP.  Ketika akan melakukan VCT biasanya usia akan ditambahkan atau LSM yang menjadi wali untuk tanda tangan informed consent.

Berdasarkan pengakuan pekerja lapangan, dari 10 orang komunitas LSL yang dijangkau, 5 orang diantaranya berusia di bawah 18 tahun. Sedangkan pada komunitas waria, dari 10 orang yang dijangkau 3 orang berusia di bawah18 tahun.

Populasi kunci remaja komunitas waria dan LSL juga membutuhkan dukungan kesehatan jiwa dan dukungan kesehatan psikologis terhadap penerimaan diri yang berbeda dengan jenis kelaminnya, selain dukungan IMS, HIV dan AIDS yang selama ini sudah diterima. Selain itu, problem yang muncul adalah saat ini banyak LSL dan waria remaja yang mempunyai hubungan yang kurang baik dengan  keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Catatan dari Dr Asti: Adanya divisi muda di organisasi berbasis komunitas ini sangat bagus.  Namun, tantangan berikutnya adalah bagaimana mengembangkan program maupun mendukung isu GWL muda dari tata kelola organisasi.  Tantangan terbesar dalam penjangkauan remaja GWL di bawah 18 tahun adalah follow up untuk mereka yang mendapatkan hasil test HIV positif.  (note ini, bersama dengan catatan tentang kesehatan jiwa, akan saya teruskan ke GWL INA.  Seingat saya ini relevan dengan strategic plan mereka, sehingga semoga di masa kepemimpinan kornas yang baru OBK member GWL INA bisa dapat support juga di area ini).

  1. Klinik Mawar/PKBI Kota Bandung

PKBI menjangkau komunitas pekerja seks, namun jarang sekali yang berusia di bawah18 tahun. Paling banyak berusia 18-24 tahun. PKBI menjangkau para WPS yang ada di SPA, karaoke dan saritem yang sudah ada manajemennya sehingga jarang memperkerjakan WPS dibawah usia 18 tahun. Kebanyakan WPS muda di bawah18 tahun berada di jalanan dan online, dimana kelompok ini sulit dijangkau. “Penjangkaun terhadap WPS yang ada di spa, karaoke saja sudah banyak dan mencapai target” demikian menurut pengakuan PL PKBI.

Klinik mawar sampai saat ini masih menjadi klinik favorit bagi populasi kunci remaja dikarenakan layanannya yang ramah dan mudah untuk adminstrasi kependudukan. Namun konselor Klinik mawar mengalami kebingungan untuk keberlanjutan jika menemukan populasi kunci di bawah18 tahun yang positif HIV.

Catatan dari Dr Asti: Kesulitan menemukan pekerja seks perempuan di bawah umur 18 tahun di lokalisasi atau spa adalah karena managemen atau owner yang cukup ketat memeriksa umur calon pekerja karena ada konswekwensi serius yang akan mereka hadapi jika melanggar hal ini.  Menurut saya point ini perlu dipertegas untuk menghindari kesan bahwa tidak ada ps dibawah umur.

  1. Puzzle

Puzzle pada tahun 2015-2016 mendapat dana LOLIPOP langsung untuk kegiatan pojok informasi remaja, study club odha remaja dan riset layanan ramah populasi kunci remaja. Dari hasil riset ternyata yang paling menjadi favorit bagi populasi kunci remaja adalah Puskesmas Ibrahim Adjie dikarenakan letaknya yang strategis dan terdapat layanan VCT di sore-malam hari. Program LOLIPOP membagi-bagikan voucher itu lebih baik diganti karena tidak mendidik yang baik bagi komunitas. Sehingga ketika vocher sudah tidk ada, komunitas tidak aktif lagi ke layanan kesehatan.

Saran untuk LOLIPOP: jangan terkesan LOLIPOP milik komunitas LSL, membutuhkan banyak PE Remaja Popkun, dibuka kembali layanan VCT sore di PKM Ibrahim Adjie, Media Sosial diperlukan untuk publikasi, serta LOLIPOP dikoordinir KPA yang bekerja sama dengan Fokus Muda Bandung yang didalamnya berbagai komunitas (LSL, waria, WPS, IDU’s muda).

Catatan dari Dr Asti: Satu point tambahan yang sangat positif, bahwa di tingkat grassroot Puzzle berhasil mengelola situasi eksternal yang sarat stigma dan diskriminasi dengan beraktivitas yang positif dan terlibat dengan aktivitas-aktivitas kemasyarakatan lokal.  Hal ini membuat mereka (dan sekretariat organisasi ini) diterima dengan baik di lingkungannya.

  1. Grapiks

IDU’s remaja paling banyak di grapiks, untuk yang < 18 tahun sebenarnya tidak bisa akses jarum, tetapi karena kebutuhan menjadikan umur klien dituakan atau mengambil jarum atas nama seniornya. Para remaja IDU’s ini sangat mudah terpengaruh oleh para senior. Sehingga banyak yang mengikuti senior untuk perbuatan criminal seperti mencuri, jambret dan lain lain.

Remaja IDU’s kebanyakan orang jalanan yang sudah putus sekolah dan dibuang oleh keluarga.

Sebenarnya ketika IDU’s < 18 tahun lebih mudah untuk diarahkan terbukti ada 5 orang IDU’s < 18 tahun yang berhenti tanpa rehab, dan ada 2 orang rehab jalan karena masih sekolah. Tapi apakah rehab jalan berpengaruh baik? Membutuhkan metode rehab bagi remaja yang masih sekolah.

Grapiks sering mengadakan kegiatan dengan alam misalnya naik gunung dengan mengajak dampingan terbukti intensitas menyuntik mereka berkurang ketika sedang ada kegiatan yang positif. GRapiks membutuhkan dukungan untuk menjadikan ini sebuah program bagi IDU’s remaja karena ketika remaja sering melakukan kegiatan yang positif akan terbawa pula perubahan prilakunya khusunya prilaku menggunakan narkoba.

Catatan dari Dr Asti: Salah satu petugas penjangkau muda di Grapiks adalah salah satu fokal point Fokus Muda yang baru terpilih, ini kabar bagus dikaitkan dengan kesan yang kuat sebelumnya bahwa Fokus Muda adalah milik LSL.  Lalu petugas penjangkau muda ini yang didukung oleh program manager juga melaporkan tentang perubahan pola penggunaan obat, dimana kepada kaum muda (yang tidak punya pengalaman menyuntik putau sebelumnya), Subuxon diperkenalkan sebagai obat yang disuntikkan.  Mereka juga menyampaikan dibutuhkannya pendekatan pencegahan penggunaan drugs oral menjadi drugs yang disuntikan.

 

*Maya Verasandi

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments